Berkurangnya
ruang terbuka hijau menyebabkan berkurangnya permukaan yang dapat
meresapkan air ke dalam tanah di kawasan pemukiman. Peningkatan jumlah
air hujan yang dibuang karena berkurangnya laju peresapan air ke dalam
tanah akan menyebabkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau.
Kita
sering mendapati lahan dan saluran air tergenang air, baik karena input
air yang masuk sangat besar atau aliran tidak lancar. banjir telah
menjadi problem serius di banyak kota besar di Indonesia. Kondisi ini
menyebabkan kerusakan pada fasilitas infrastruktur untuk umum dan juga
menjadi tempat hidupnya agen penyakit. dalam lingkup yang lebih besar,
input air yang besar dan tidak terkelola dengan baik menyebabkan bencana
banjir dan erosi. diperbincangkan bahwa meluasnya bidang kedap dan
kurangnya pepohonan/tanaman menjadi penyebab dari bencana tersebut.
Perbaikan
lingkungan untuk menurunkan tingkat bencana tersebut secara bertahap,
dilakukan dengan cara konservasi tanah dan air. Konservasi tanah dan air
merupakan upaya untuk penggunaan lahan sesuai dengan syarat–syarat yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah dan air
mempunyai tujuan utama untuk mempertahankan tanah dan air dari
kehilangan dan kerusakannya melalui pengendalian erosi, sedimentasi dan
banjir sehingga lahan dan air dapat dimanfaatkan secara optimal dan
lestari untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Penerapan
teknik konservasi tanah dan air meliputi teknik vegetatif, sipil teknis
dan kimiawi. Penerapan teknik vegetatif berupa penanaman vegetasi
tetap, budidaya tanaman lorong, strip rumput dan lain–lain, penerapan
sipil teknis berupa pembuatan bangunan dam pengendali, dam penahan,
teras, saluran pembuangan air, sumur resapan, embung, parit buntu
(rorak), perlindungan kanan kiri tebing sungai, penerapan konsep biopori
dan lain–lain, serta penerapan teknik kimiawi berupa pemberian mulsa,
bitumen zat kimia (soil conditioner). Keberhasilan penerapan teknologi
konservasi tanah dan air tersebut sangat tergantung pada kesesuaian dan
kemampuan lahan, biaya murah dan berdampak pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat, dan dalam pelaksanaannya diarahkan untuk
menerapkan teknologi yang ramah lingkungan dan dapat diterima oleh
masyarakat (Anonim, 2008).
BIOPORI
Tahukan
Anda bahwa dengan membuat banyak lubang resapan biop[ori banjir bisa
dikurangi? Ide mencegah banjir dengan cara sederhana, mudah, dan murah
ini digagas Kamir R. Brata, seorang dosen di Institut Pertanian Bogor
(IPB).
Manfaat
biopori telah dirasakan, misalnya, oleh para warga sebuah kompleks
perumahan di Jakarta. Hujan deras tak lagi menggentarkan mereka.
Kekhawatiran sirna. Itu terjadi setelah mereka sepakat membuat ribuan
lubang resapan biopori di hampir setiap sudut perumahan. Walau hujan
tercurah deras dari langit, air segera surut.
Kamir
memperkenalkan lubang biopori dipicu kekagumannya pada struktur akar
dalam tanah yang mampu menyerap air dengan cepat. Lubang biopori bukan
hanya menyerap air dengan cepat tapi juga mampu membentuk kompos hingga
mengurangi penumpukan sampah organik.
Teknik
sederhana konservasi tanah dan air adalah penerapan konsep biopori,
yang diperkenalkan pada tahun 1976 oleh Ir. Kamir Raziudin Brata, MSc,
peneliti dan dosen di IPB.
Biopori
adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai
akitifitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman,
rayap dan fauna tanah lainnya. Lubang-lubang yang terbentuk akan terisi
udara, dan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah. Bila
lubang-lubang seperti ini terdapat dalam jumlah banyak, maka kemampuan
sebidang tanah untuk meresapkan air semakin meningkat. Peningkatan
tersebut memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan tanah
atau dengan perkataan lain akan dapat mengurangi bahaya genangan, bahkan
banjir, yang mungkin terjadi dan mencegah mewabahnya penyakit malaria,
demam berdarah dan kaki gajah (filariasis).
KONSEP BIOPORI
Peningkatan
jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal
kedalam tanah. Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan
menambah bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom/dinding
lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan
dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140 cm2 atau hampir 1/3 m2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan 78.5 cm2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3218 cm2.
Kedalaman 100 cm ini dengan pertimbangan kebutuhan oksigen bagi biota
tanah. Kalau di bawah 100 cm terlalu rendah, sehingga aktivitas biota
tanah tidak efektif.
Lubang-lubang
tersebut selanjutnya diisi bahan organik, seperti sampah-sampah organik
rumah tangga, potongan rumput atau vegetasi lainnya, dan sejenisnya.
Bahan organik ini kelak akan dijadikan sumber energi bagi organisme di
dalam tanah (ket: terbentuk kompos) sehinga aktifitas mereka akan
meningkat. Dengan meningkatnya aktifitas mereka maka akan semakin banyak
biopori yang terjaga dan terbentuk. Keseimbangan antara lubang vertikal
yang dibuat dengan biopori yang terbentuk akan memungkinkan
lubang-lubang ini dimanfaatkan sebagai lubang peresapan air artifisial
yang relatif murah dan hemat tenaga, karena tanpa campur tangan manusia
dalam pemeliharaannya, dan ramah lingkungan. Kewajiban faktor manusia
hanyalah memberikan pakan fauna tanah dengan sampah organik pada periode
tertentu. Sampah organik yang dimasukkan ke dalam lubang akan menjadi
humus dan tidak cepat diemisikan ke atmosfir sebagai gas rumah kaca;
berarti mengurangi pemanasan global sekaligus memelihara biodiversitas
dalam tanah. Lubang resapan ini selanjutnya diberi julukan LUBANG
RESAPAN BIOPORI atau disingkat sebagai LRB (Anonim, 2009).
PERSYARATAN TEKNIS
Untuk setiap 100 m2
lahan idealnya Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat sebanyak 30 titik
dengan jarak antara 0,5 - 1 m. Dengan kedalam 100 cm dan diameter 10 cm
setiap lubang bisa menampung 7,8 liter sampah. Sampah dapur dapat
menjadi kompos dalam jangka waktu 15-30 hari, sementara sampah kebun
berupa daun dan ranting bisa menjadi kompos dalam waktu 2-3 bulan
a. Pelaksanaan
1) Pembuatan lubang dengan bor, untuk memudahkan pembuatan lubang bisa dibantu diberi air agar tanah lebih gembur.
2) Alat
bor dimasukkan dan setelah penuh tanah (kurang lebih 10 cm kedalaman
tanah) diangkat, untuk dikeluarkan tanahnya, lalu kembali lagi
memperdalam lubang tersebut sampai sebelum muka air tanah (30 cm sampai
dengan 100 cm).
3) LRB dalam alur lurus berjarak 0,5 - 1 m, sementara untuk LRB pohon cukup dibuat 3 lubang dengan posisi segitiga sama sisi.
4) Pada
bibir lubang dilakukan pengerasan dengan semen, dan dapat digantikan
dengan potongan pendek pralon. Hal ini untuk mencegah terjadinya erosi
tanah.
5) Kemudian di bagian atas diberi pengaman besi.
6) Masukkan
sampah organik (sisa dapur, sampah kebun/taman) ke dalam LRB. Jangan
memasukkan sampah anorganik (seperti besi, plastik, baterai, dll)
7) Bila
sampah tidak banyak cukup diletakkan di mulut lubang, tapi bila sampah
cukup banyak bisa dibantu dimasukkan dengan tongkat tumpul, tetapi tidak
boleh terlalu padat karena akan mengganggu proses peresapan air.
b. Pemeliharaan
1) Lubang Resapan Biopori harus selalu terisi sampah organik
2) Sampah
organik dapur bisa diambil sebagai kompos setelah dua minggu, sementara
sampah kebun setelah dua bulan. Lama pembuatan kompos juga tergantung
jenis tanah tempat pembuatan LRB, tanah lempung agak lebih lama proses
kehancurannya. Pengambilan dilakukan dengan alat bor LRB.
3) Bila tidak diambil maka kompos akan terserap oleh tanah, LRB harus tetap dipantau supaya terisi sampah organik.
JUMLAH LRB YANG DISARANKAN
Lokasi
pembuatan lubang bisa dimana saja di bagian rumah, yang penting ada
tanahnya. Lubang ini kemudian diisi dengan sampah organik. Tidak terlalu
padat, tapi dimampatkan. Jumlah lubang yang dibuat dapat dihitung
menggunakan persamaan:
Sebagai
contoh, untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan lebat),
dengan laju peresapan air perlubang 3 liter/menit (180 liter/jam) pada
100 m2 bidang kedap perlu dibuat sebanyak (50 x 100) / 180 =
28 lubang. Bila lubang yang dibuat berdiameter 10 cm dengan kedalaman
100 cm, maka setiap lubang dapat menampung 7.8 liter sampah organik. Ini
berarti setiap lubang dapat diisi sampah organik selama 2 - 3 hari.
Dengan demikian 28 lubang baru dapat dipenuhi dengan sampah organik yang
dihasilkan selama 56 - 84 hari. Dalam selang waktu tersebut lubang yang
pertama diisi sudah terdekomposisi menjadi kompos sehingga volumenya
telah menyusut. Dengan demikian lubang-lubang ini sudah dapat diisi
kembali dengan sampah organik baru dan begitu seterusnya.
Teknologi
ini bisa diterapkan diselokan yang seluruhnya tertutup semen ataupun di
halaman rumah yang sudah tertutup semen atau konblok. Di bagian bawah
selokan itu dibuatkan beberapa lubang, sehingga ketika air hujan turun
dapat langsung meresap ke dalam tanah ((Purwokusumo, 2009).
Mengetahui
lebih dalam manfaat LRB ini, mulailah membuat LRB di tempat-tempat
potensial air mengalir. Selagi meresapkan air permukaan, kualitas tanah
terperbaiki. tanaman subur, lingkungan asri dan segar. Sekaligus pula
kita dapat mencegah mewabahnya penyakit di sekitar kita. LET’S GO CLEAN,
HEALTHY AND GREEN.
Oleh: Suryatri D., S.Si., M.T. (Widyaiswara PPPPTK BOE/VEDC Malang)
0 Komentar untuk "MENGENAL LEBIH DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB)"